Makalah Pelaksanaan Kewajiban Netralitas PNS dalam Demokrasi Indonesia
![]() |
Sumber: KASN.go.id |
Penyelenggaraan Demokrasi di Indonesia (Manajemen ASN)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara memegang peranan penting dalam proses reformasi birokrasi. PNS yang profesional dan komponen merupakan salah satu kunci dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik.
Dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa fungsi dari PNS/ASN adalah menjalankan kebijakan publik, sebagai pelayan publik dan perekat pemersatu bangsa. Tiga peran ini sangat penting dalam menjalankan tugas-tugas institusional yang efeknya tentu akan dirasakan masayarakat. Di sisi lain, posisi PNS, khususnya di daerah terbilang cukup dilematis karena PNS diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang merupakan pejabat politik. PPK pada pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, walikota yang dipilih secara demokratis melalui pemilu.
Netralitas PNS mutlak dilaksanakan guna menjaga kualitas dan suasana kondusif pemerintahan. Pelayanan publik harus diberikan secara adil, tanpa diskriminasi dan tanpa keberpihakan pada pihak tertentu. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang ASN dan beberapa ketentuan yang mengatur tentang PNS. Pada praktiknya, beberapa pihak berpendapat bahwa pelaksanaan netralitas PNS belum dilaksanakan secara optimal. Banyak pelanggaran yang dilakukan baik oleh PNS, maupun oleh PPK sebagai pejabat politik terutama saat pemilihan umum berlangsung. Mengingat pentingnya mengetahui aturan mengenai netralitas PNS dan sejauh mana pelaksanaan kewajiban ini sudah dilaksanakan, penulis tertarik untuk menyajikan makalah dengan judul “Pelaksanaan Kewajiban Netralitas PNS dalam Penyelenggaraan Demokrasi di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi:
- Apa saja kewajiban netralitas yang melekat pada profesi Pegawai Negeri Sipil?
- Bagaimana Pegawai Negeri Sipil menjalankan kewajiban netralitas ini dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia?
PEMBAHASAN
A. Pengertian PNS dan Netralitas
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang ASN (selanjutnya disebut UU ASN) menyebutkan bahwa Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 3, disebutkan mengenai definisi pegawai ASN dan PNS, yaitu:
- Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
- Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembuakaan UUD 1945 diperlukan PNS yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Prinsip “bebas dari intervensi politik” ini sejalan asas manajemen ASN yaitu netralitas. Berdasarkan penjelasan Pasal 2 huruf f UU ASN, asas netralitas adalah asas yang menwajibkan setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, netralitas adalah keadaan dan sikap netral, dalam arti tidak memihak atau bebas. Yamin (2013:13) berpendapat bahwa netralitas dapat juga diartikan dengan bersikap tidak memihak terhadap sesuatu apapun. Dalam konteks ini netralitas diartikan sebagai tidak terlibatnya pegawai negeri sipil dalam pemilihan Kepala Daerah baik secara aktif maupun pasif.
Menurut Sofian Effendi dalam buku Pengawasan Netralitas ASN oleh Komisi ASN menyampaikan bahwa “Netralitas mengacu pada imparsial yang artinya itu adil, obyektif, tidak bias dan tidak berpihak pada siapapun, tidak hanya dalam politik, tapi juga dalam pelayanan publik (tidak diskriminatif), pembuatan kebijakan (tidak berpihak pada kelompok tertentu), dan manajemen ASN (menerapkan merit sistem)”. Secara lebih rinci, netralitas memiliki aspek aspek sebagai berikut:
1. Netralitas dalam politik
2. Netralitas dalam pelayanan publik
3. Netralitas dalam manajemen ASN
4. Netralitas dalam pengambilan keputusan dan kebijakan
B. Kewajiban Netralitas PNS Sesuai Ketentuan Perundang-Undangan
Pada dasarnya setiap warga negara bebas berserikat dan berkumpul, serta menyatakan pendapat sebagaimana dijamin oleh UUD 1945. Begitu pula dengan PNS yang merupakan Warga Negara Indonesia, memiliki hak untuk berpendapat, berserikat, termasuk memberikan hak suara dalam pemilu. Aturan kewajiban netralitas PNS sebetulnya bersinggungan dengan esensi kebebasan berserikat. Hal ini dilakukan guna membatasi kekuasaan terhadap kemungkinan bergeraknya kekuasaan atas naluri atau kepentingan pribadi yang berujung pada penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Kebebasan berserikat dan berkumpul bagi para PNS sebetulnya terbuka pada zaman orde baru melalui Pasal 27 ayat (1) UUD 194 dan Peraturan Presiden No.26 Tahun 1970 tentang Keanggotaan PNS dalam Partai Politik dan Golongan Karya. Saat itu PNS dapat menjadi anggota partai politik atau golongan karya dengan syarat atas sepengetahuan pejabat yang berwenang. Kebebasan yang dimaksud rupanya semu karena mengarah pada tuntutan monoloyalitas kepada salah satu partai yang dipegang penguasa demi melanggengkan kekuasaannya. Akibatnya pelayanan publik tidak berjalan optimal karena terjadi diskriminasi pelayanan, pengkotak-kotakan PNS, conflict of interest, dan sikap PNS yang tidak profesional. Pelaksanaan pekerjaan PNS tidak lagi mengacu pada pencapaian kinerja dan sistem terbaik, tapi berdasarkan unsur kedekatan dan kepuasan pihak penguasa.
Pada era reformasi, larangan PNS untuk terjun dalam politik aktif kembali diterapkan. PNS diharapkan netral dalam partai politik. Hal ini dilakukan agar kehidupan politik di Indonesia dapat lebih demokratis tanpa adanya saling curiga. Hal ini sejalan dengan aturan netralitas PNS dalam dunia politik seperti yang dilaksanakan di Amerika dan Inggris yang menerapkan dikhotomi politik dengan administrasi negara. Selain itu, netralitas PNS diharapkan akan menghasilkan PNS yang profesional yang berorientasi pada pelayanan terbaik kepada masyarakat, siapa pun pemimpinnya.
Peraturan perundang-undangan yang perlu diperhatikan terkait kewajiban netralitas PNS saat ini adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang ASN
Dalam UU ASN, istilah netralitas banyak disebutkan sebagai asas pelaksanaan manajemen ASN dan nilai dasar yang harus dimiliki oleh PNS. Ketentuan yang dimaksud antara lain:
- Netralitas menjadi satu dari tiga belas asas penyelenggaraan manajemen ASN (Pasal 2 huruf f);
- Salah satu nilai dasar profesi ASN adalah profesional dan tidak memihak (Pasal 3 dan 4 UU ASN);
- Kode etik dan kode perilaku ASN dibuat guna menjaga martabat dan kehormatan ASN dengan cara:
1) Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya (Pasal 5 ayat (2) huruf h);
2) Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain (Pasal 5 ayat (2) huruf j);
3) Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN (Pasal 5 ayat (2) huruf l);
- Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik (Pasal 9 ayat (2));
- Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (Pasal 12).
- PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik (Pasal 87 ayat 4 huruf b).
2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik PNS Pasal 11 huruf c menyebutkan bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan. Oleh karena itu, PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik lain.
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UndangUndang.
- Pasal 70 ayat 1 huruf b dan c menyebutkan bahwa pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Anggota Tentara Nasional Indonesia, serta kepala desa/lurah dan perangkatnya;
- Pejabat Negara, Pejabat Daerah, Pejabat Aparatur Sipil Negara, Anggota TNI/Polri, Dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon (Pasal 71 ayat 1).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
Pasal 4 angka 12 – 15 menyebutkan bahwa PNS dilarang memberi dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi Pilkada/Pileg/Pilpres dengan partai politik.
5. Memorandum of Understanding (MoU)
Mou antara Bawaslu, Kemdagri, KemPANRB, KASN, BKN mengenai Pengawasan Netralitas, Nilai Dasar, Kode Etik ASN dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. MoU ini dimaksudkan untuk:
- Mewujudkan landasan kerja sama pengawasan netralitas;
- Membentuk forum koordinasi, sinkronisasi, dan komunikasi pengawasan netralitas;
- Merumuskan dan mendorong langkah-langkah tindak lanjut atas hasil pengawasan yang telah dilakukan.
6. Surat Menteri PAN dan RB
Setidaknya terdapat dua surat yang berkaitan dengan netralitas PNS, yaitu:
- Surat Menteri PAN dan RB Nomor B/36/M.SM.00.00/2018 Tanggal 2 Februari 2018 tentang Ketentuan bagi ASN yang Suami/Istri nya Menjadi Cakada/Cawakada, Caleg, dan Capres/ Cawapres
- Surat Menteri PAN dan RB Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 Tanggal 27 Desember 2017 tentang Pelaksanaan Netralitas dan Penegakan Disiplin serta Sanksi Bagi ASN Pada Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Secara Serentak Tahun 2018.
Surat tersebut menyatakan bahwa:
- Pelanggaran Netralitas ASN dapat juga berupa pelanggaran kode etik maupun pelanggaran disiplin Sanksi pelanggaran kode etik berupa sanksi moral,dapat juga dikenakan sanksi administratif berupa sanksi disiplin;
- Pengawasan pelanggaran netralitas diteruskan kepada KASN, kemudian disampaikan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
- Menteri PANRB berwenang memberikan sanksi terhadap rekomendasi KASN yang tidak ditindaklanjuti.
Adapun indikator yang digunakan dalam menentukan netralitas berdasarkan paparan slide Asisten Deputi Pembinaan Integritas dan Penegakan Disiplin SDM Aparatur, Kementerian PAN dan RB adalah:
1. Netralitas dalam karir ASN
Tidak terdapat mutasi, demosi dan promosi dalam kurun waktu 6 bulan sebelum penetapan calon.
2. Netralitas dalam hubungan dengan partai politik
- ASN tidak menjadi anggota/pengurus partai politik
- ASN tidak secara diam-diam atau terang-terangan mendukung partai tertentu.
3. Netralitas pada kegiatan kampanye
- Penggunaan media sosial tidak mendukung aktivitas kampanye (status, foto);
- ASN tidak memakai atribut PNS dalam kegiatan kampanye;
- ASN tidak membagi-bagi uang dan /atau materi/souvenir dll kepada pemilih;
- ASN tidak melibatkan pejabat negara/daerah/ perangkat desa;
- ASN tidak menggunakan fasilitas negara atau pemerintahan (kantor/mobil dinas, fasilitas lainnya);
- ASN tidak melakukan mobilisasi;
- ASN lain dalam ajakan memilih paslon;
- Tidak memberikan janji program pembangunan kepada masyarakat
4. Netralitas dalam pelayanan publik
- ASN tidak memberikan pelayanan publik secara berbeda kepada masyarakat dalam rangka memilih paslon;
- ASN tidak menitip pesan sponsor dan mobilisasi dukungan penerima layanan untuk mendukung kandidat tertentu.
C. Pelaksanaan Kewajiban Netralitas PNS Berdasarkan Data KASN
Salah satu aspek penting dalam penegakan netralitas PNS adalah aspek pengawasan agar setiap peraturan yang ada dapat dipatuhi dengan baik. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) lahir sebagai lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. Salah satu tujuan dibentuknya KASN sebagaimana Pasal 28 huruf (d) UU ASN adalah mewujudkan pegawai ASN yang netral.
Berdasarkan data KASN, terdapat aduan pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan kewajiban netralitas PNS terutama pada saat pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2015 dan 2017. Jumlah pelanggaran netralitas PNS selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data yang masuk ke KASN, per Desember Tahun 2018 tercatat 491 aduan. Jika kita melihat dari aduan yang masuk ke KASN semenjak dilaksanakannya Pilkada serentak tahun 2015 terdapat 29 aduan yang masuk. Kemudian pada Tahun 2016 terdapat 55 aduan, dan pada tahun 2017 terdapat 52 aduan. Data ini baru menunjukkan pelanggaran yang diadukan oleh masyarakat, beum termasuk pelanggaran yang tidak diadukan dan yang langsung ditemukan oleh KASN.
Contoh jenis pelanggaran netralitas yang dilakukan berdasarkan aspeknya adalah sebagai berikut:
1. Aspek politik
- Kampanye atau sosialisasi di media sosial (posting, comment, share, like);
- Menghadiri deklarasi paslon;
- Melakukan foto bersama calon/paslon dengan mengikuti gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan;
- Memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai calon kepala/wakil kepala daerah;
- Menjadi peserta kampanye dan/atau menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye.
2. Aspek pelayanan publik
- Mempercepat/menunda pelayanan publik karena perbedaan/persamaan suku, agama, ras dan adat istiadat termasuk pandangan politik atau alasan lainnya;
- Menyalahgunakan wewenang berupa memerintahkan kepada staf untuk tidak
- Memberikan pelayanan publik kepada orang tertentu karena perbedaan/persamaan suku, agama, ras dan adat istiadat termasuk pandangan politik atau alasan lainnya;
- Meminta imbalan ketika memberikan pelayanan publik;
- Menyalahgunakan informasi, jabatan, dan atau kewenangan serta sarana dan prasarana yang dimiliki.
3. Aspek manajemen ASN
- Merencanakan kebutuhan pegawai bukan berdasarkan anjab dan ABK tetapi karena pertimbangan faktor tertentu seperti perbedaan/persamaan suku, agama, ras dan adat istiadat termasuk pandangan politik;
- Pengadaan pegawai bukan berdasarkan kebijakan internal (Permen, Pergub, Perbup, Perwal) dan dilaksanakan secara tertutup dan tidak kompetitif;
- Melakukan kegiatan pengembangan karier tidak merata dan adil hanya dengan pertimbangan faktor tertentu seperti perbedaan/persamaan suku, agama, ras dan adat istiadat termasuk pandangan politik.
- Kebijakan promosi dan mutasi, penilaian kinerja, pemberian penghargaan dilakukan berdasarkan perbedaan/persamaan suku,agama, ras, dan adat istiadat, termasuk pandangan politik;
4. Aspek pengambilan keputusan dan kebijakan
Contoh pelanggaran netralitas dalam aspek pengambilan keputusan dan kebijakan adalah pengambilan keputusan dan kebijakan karena ada konflik kepentingan pribadi dan/atau kelompok dan/atau golongan; pertimbangan subjektif; tidak transparan; dan mengintimidasi individu/kelompok tertentu.
Penyebab pelanggaran netralitas PNS berdasarkan hasil survey KASN tahun 2018 di enam kota di Indonesia (Buku Pengawasan Netralitas KASN 2018) adalah sebagai berikut:
- Sebanyak 43,4% responden menyatakan bahwa penyebab pelanggaran netralitas adalah karena adanya motif untuk mendapatkan/mempertahankan jabatan/materi/proyek;
- Sebanyak 15,4% responden menyatakan bahwa penyebab pelanggaran netralitas adalah karena adanya hubungan kekeluargaan/kekerabatan dengan calon;
- Sebanyak 12,1% responden menyatakan bahwa penyebab pelanggaran netralitas adalah kurangnya pemahaman tentang netralitas ASN;
- Sebanyak 7,7% responden menyatakan bahwa penyebab pelanggaran netralitas adalah karena adanya intervensi dari pimpinan;
- Sebanyak 4,9% responden menyatakan bahwa penyebab pelanggaran netralitas adalah karena ketidaknetralan ASN dianggap hal yang umrah.
- Sisanya menjawab karena pemberian sanksi yang lemah, kurangnya integritas ASN, alasan lain dan tidak menjawab.
Berdasarkan data di atas, penulis dapat kita lihat bahwa hampir setengah dari responden menyebutkan bahwa pelanggaran netralitas disebabkan karena kepentingan pribadi, baik itu karena jabatan atau proyek/materi. Hal ini tentu saja bukan kabar baik karena menunjukkan bahwa perilaku kolusi masih bersemanyam di pribadi ASN.
Kemudian peringkat kedua penyebab pelanggaran netralitas adalah adanya hubungan kekerabatan. Penyebab ketiga, keempat, dan kelima sebetulnya dapat ditekan dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya netralitas bagi ASN. Pemberian sanksi yang tegas juga penting diberikan oleh PPK di tiap instansi pemerintah tanpa pandang bulu. Pemberian sanksi ini dilakukan melalui rekomendasi KASN. Namun sayangnya, walaupun sudah direkomendasikan oleh KASN, tidak semua instansi pemerintah, dalam hal ini PPK menindaklanjuti usul penjatuhan sanksi tersebut.
PENUTUP
A. Simpulan
Netralitas PNS diartikan sebagai sikap tanpa memihak, adil, dan objektif. Netralitas adalah sesuatu yang sangat penting guna menjamin profesionalitas birokrasi. Kewajiban bersikap netral ASN ini terkandung dalam beberapa regulasi yaitu UU ASN, UU tentang pemilihan kepala daerah, peraturan pemerintah tentang pembinaan jiwa kors, peraturan disiplin PNS, MoU antarstakeholder dan surat Menteri PAN dan RB. Netralitas PNS dapat tercermin dalam empat aspek yaitu:
- Netralitas dalam politik
- Netralitas dalam pelayanan publik
- Netralitas dalam manajemen ASN
- Netralitas dalam pengambilan keputusan dan kebijakan
Pada pelaksanaannya, penegakan netralitas PNS cukup sulit dilaksanakan. Padahal netralitas PNS ini dilakukan agar menghindari penyalahgunaan kewenangan mengelola keuangan dan aset negara, menggunakan fasilitas negara serta membuat kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas, hanya demi kepentingan kelompok tertentu. KASN sebagai lembaga yang bertugas mengawasi pelaksanaan netralitas ASN mencatat bahwa masih banyak PNS yang melanggar ketentuan ini. Jumlahnya bertambah dari tahun ke tahun terutama saat pilkada serempak. Penyebab terjadinya pelanggaran pun beragam. Tiga alasan utama yang diperoleh dari survey KASN di beberapa daerah pada tahun 2018 adalah karena demi mempertahankan jabatan proyek; adanya hubungan kekerabatan; dan karena kurang memahami urgensi netralitas bagi ASN.
B. Saran
Pemerintah dalam hal ini Kementerian PAN dan RB, Kementerian Dalam Negeri,Bawaslu, KASN, dan BPK perlu bersinergi memperkuat pemahama tentang pentingnya netralitas bagi PNS. KASN dan pihak terkait segera mengeluarkan regulasi tentang penjatuhan sanksi atas pelanggaran netralitas PNS agar timbul efek jera sehingga pelanggaran netralitas ini tidak dianggap hal yang lumrah.
DAFTAR PUSTAKA
- Komisi Aparatur Sipil Negara. 2018. Pengawasan Netralitas ASN. Jakarta: KASN
- Wukandari, Widuri. 2016. Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak Kabupaten Bantul Tahun 2015. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
- Yamin, M. H. 2013. Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Takalar. Makasar: Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum.
Peraturan perundang-undangan
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Sumber lainnya:
- D. Sumarsono, Bambang (Asisten Deputi Pembinaan Integritas dan Penegakan Disiplin SDM Aparatur). Paparan Slide: Kebijakan dan Implementasi Netralitas ASN. Jakarta: Kementerian PAN dan RB.
Posting Komentar untuk "Makalah Pelaksanaan Kewajiban Netralitas PNS dalam Demokrasi Indonesia"