Analisis big data dapat digunakan untuk meningkatkan proses kebijakan publik berbasis data. Salah satu contoh analisis big data adalah dari Pratama et.al (2021) yang menelusuri kecenderungan informasi berupa sentimen masyarakat di media sosial terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan covid-19.
Proses klasifikasi sentimen dilakukan dengan pendekatan data mining. Data mining merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menggali informasi penting dari sebuah tumpukan data yang berjumlah besar. Pada penelitian ini digunakan 1400 tweet. Kata kunci (keyword) yang digunakan terkait kebijakan pemerintah bersumber dari beberapa media online. Adapun kata kunci yang dipilih yaitu Social Distancing, Isolasi Mandiri, Karantina Wilayah, WFH, PSBB, Lockdown, dan Rapid Test.
Hasil yang diperoleh adalah sentimen masyarakat yang cenderung positif akan kebijakan pemerintah terkait PSBB dan Lockdown, namun cenderung kurang setuju atau negatif terhadap kebijakan Karantina Wilayah. Sedangkan untuk kebijakan isolasi mandiri nilainya cenderung kecil.
Sumber: Pratama, E.E., Sastypratiwi, H & Yulianti (2021). Analisis Kecenderungan Informasi Terkait Covid-19 Berdasarkan Big Data Sosial Media dengan Menggunakan Metode Data Mining. Jurnal Informatika Polinema, 7 (2), 1-6
Pertanyaan:
- Bagaimana posisi dari opini publik atau sentimen ini dalam agenda kebijakan?
- Menurut anda, apakah sentimen masyarakat di media sosial terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan covid-19 tersebut mendapatkan perhatian dan tindak lanjut dari pemerintah? Bagaimana cara agar suatu masalah mendapat tindak lanjut dari pemerintah ?
Catatan: Lakukan analisis dengan menggunakan teori agenda kebijakan!
Contoh JAWABAN
a). Agenda setting adalah proses masalah atau alternatif pemecahan masalah mendapat perhatian dari publik atau elit (Thomas Birkland). Jika dilihat dari model pluralis, maka posisi opini publik/sentimen ini cukup penting dalam agenda kebijakan. Apalagi di zaman arus informasi begitu cepat dan mengalir begitu deras, opini massa yang viral seolah menjadi sesuatu yang patut didengar. Namun, tetap saja faktor politik juga harus diperhatikan sebagai pemegang kewenangan dalam meloloskan kebijakan publik. Agenda setting adalah tahapan krusial karena tahapan ini menentukan apakah suatu opini/ide akan masuk ke dalam agenda pemerintah sebagai masalah yang harus diselesaikan.
Contoh opini publik yang mengubah opini pemerintah adalah kasus dokter gigi di Kab.Solok Selatan yang dinyatakan tidak lolos CPNS. Namun, setelah berjuang dan didorong oleh dukungan publik, akhirnya dokter tersebut diterima sebagai CPNS dan ditempatkan di RS. Jika menilik pendapat Davis tentang 3 fase proses penyusunan agenda kebijakan, maka opini massa terkait penanganan Covid-19 berpeluang besar masuk ke dalam agenda setting dalam fase diffusion-processing. Terbukti dari perubahan nama PSBB yang dinilai terlalu Jawa-Bali Sentris diubah menjadi PPKM. Perubahan ketentuan pembatasan kegiatan masyarakat pun berubah-ubah menyesuaikan dengan kondisi keadaan dinamis di lapangan karena kita tahu bahwa dampak besar dirasakan oleh semua orang, bukan segelintir orang. Wabah ini merupakan isu dunia, dan terjadi hampir di semua penjuru bumi. Alasan opini ini masuk ke dalam agenda setting adalah karena jenis masalah ini adalah hal yang saat ini sedang fokus ditangani pemerintah. Oleh karena itu, setiap kebijakan harus pro terhadap kesejahteraan rakyat secara umum karena menyangkut nyawa manusia dan kelangsungan hidup manusia (efek pelemahan ekonomi akibat pandemi).
b). Ya, menurut saya opini ini mendapat tindak lanjut dari pemerintah. Terbukti istilah PSBB diganti dengan istilah PPKM, yang diikuti oleh perubahan substansi aturan pengetatan kegiatan masyarakat, kriteria wilayah dan lain-lain. Pemerintah membuka keran kritik dan masukan dalam penanggulangan pandemi ini. Hal yang harus diperhatikan agar suatu masalah ditindaklanjuti pemerintah adalah masalah tersebut menyangkut dengan kepentingan orang banyak, bukan segenlintir orang. Kedua masalah tersebut merupakan pelanggaran hukum yang cukup berat dan berdampak signifikan pada kehidupan masyarakat. Kingdon berpendapat bahwa hal yang memengaruhi masalah masuk ke dalam agenda setting pemerintah adalah karena ada tiga arus yang melewatinya, yaitu the problem stream the policy stream and the political stream. Sebuah masalah harus menunjukkan krisis, masalah yang serius yang memang harus segera dicari solusinya. Kemudian policy stream berhubungan dengan alternatif solusi yang pas yang dapat diterima oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Dan terakhir adalah political stream yakni adanya dukungan dari pengambil kebijakan dalam hal ini legislator. Contoh nyata masalah yang dihadapi dalam penanganan Covid adalah pembuatan Perpu keuangan negara dalam menanggulangi Covid yang sangat mendesak segara dibuat. Perpu ini kemudian berubah menjadi UU yang mengatur keuangan negara di masa Covid, salah satunya adalah refocusing anggaran untuk hal nonessensial kepada pos anggaran penanganan Covid-19 di berbagai instansi daerah. Hal lain agar masalah didengar oleh pemerintah adalah disampaikan secara masif di media atau pihak-pihak penekan/berkuasa.
Soal No.3 (Bobot 30 poin)
Dalam penjelasan UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan dinyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, antara lain: hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan promosi, pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber daya manusia.
Dengan Undang-Undang kepariwisataan ini diharapkan agar setiap daerah dapat menggali potensi pariwisata yang tersebar di daerah dengan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan seluruh stakeholder yang berkaitan.
Silahkan anda unduh UU No. 10 Tahun 2009 untuk memahami lebih lanjut mengenai kebijakan kepariwisataan.
Pertanyaan:
- Berikan analisis anda, apakah instrument yang digunakan dalam kebijakan kepariwisataan sudah tepat sehingga dapat memberdayakan masyarakat?
(Catatan: pergunakan model spektrum instrument kebijakan) - Dengan berdasar pada teori, apa model implementasi kebijakan yang tepat untuk menganalisis efektivitas implementasi kebijakan kepariwisataan?
Contoh JAWABAN
a) Model spektrum instrumen kebijakan adalah model instrumen yang lebih menekankan pada keterlibatan pemerintah dalam memilih instrumen kebijakan sesuai dengan jenis kebijakannya. Berdasarkan tingkat keterlibatan pemerintah dalam proses implementasi kebijakan, terdapat 3 kelompok besar instrumen yakni:
- Instrumen sukarela. Keterlibatan pemerintah rendah. Contoh penerapan dalam keluarga dan komunitas, organisasi sukarela, sektor swasta/pasar;
- Instrumen campuran. Keterlibatan pemerintah dalam level sedang. Contoh penerapannya: informasi & motivasi, subsidi, lelang hak milik, pajak dan retribusi. Pemerintah menetapkan pajak dan retribusi, namun masyarakat diberi kebebasan melaksanakan keinginannya.
- Instrumen wajib. Keterlibatan pemerintah sangat tinggi. Contoh penerapannya: regulasi, perusahaan publik, penyediaan langsung.
Menurut saya instrumen yang digunakan dalam kebijakan kepariwisataan sudah tepat karena dapat memberdayakan masyarakat. Berdasarkan model spektrum kebijakan, UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan masuk ke dalam kelompok instrumen campuran karena di dalamnya terdapat campur tangan pemerintah dan keterlibatan masyarakat dalam level medium/proporsional. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengintervensi dalam hal perizinan, retribusi, pendanaan, pemungutan pajak, penjatuhan sanksi bagi pelanggar aturan yang berhubungan kepariwisataan. Di sisi lain, pihak di luar pemerintah seperti pelaku usaha pariwisata dan/atau pengunjung dibolehkan untuk mengembangkan bisnis kepariwisataan, membuat kelompok Gabungan Industri Pariwisata, berhak mendapat pelayanan pariwisata yang terstandar dan perlindungan hak pribadi.
Dalam UU tersebut diatur hak dan kewajiban bagi pemerintah dan nonpemerintah. Dalam sistem perekonomian Indonesia, sektor-sektor yang merupakan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, seperti monopoli distribusi listrik oleh PLN dan air minum oleh PDAM. Namun, pariwisata bukan hal pokok sehingga keterlibatan masyarakat di dalamnya sangat diperlukan. Masyarakat sebagai pelaku usaha sekaligus konsumen pariwisata harus diberikan ketentuan khusus oleh pemerintah agar sistem kepariwisataan berjalan dengan baik dan bermanfaat, misalnya dalam hal pemungutan retribusi dan pajak atas penghasilan/objek pajak lain dari sektor pariwisata. Adanya sekolah pariwisata milih pemeirntah seperti Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Politeknik Pariwisata di Bali, Lombok, Palembang adalah bentuk peran aktif pemerintah dalam mencetak insan pariwisata yang handal. Di sisi lain, pengelolaan Taman Nasional sebagai Kawasan wisata oleh swasta (biasanya PT) adalah bentuk modernisasi pengelolaan pariwisata di Indonesia guna meningkatkan perekonomian. Sebagai contoh, pengelolaan jembatan gantung terpanjang di ASEAN yang terletak di Kawasan TN Gede Pangrango dikelola oleh pihak swasta bekerja sama dengan PT Perhutani Persero. Tentu saja, terdapat tiket masuk, dan pajak yang harus disetorkan PT tersebut kepada negara sebagai bentuk kolaborasi.
b). Model implementasi kebijakan yang tepat untuk menganalisa efektivitas implementasi kebijakan pariwisata adalah model implementasi hybrid atau gabungan antara model atas-bawah dan model bawah-atas. Perumus kebijakan didorong untuk melakukan pemetaan ke depan dalam hal tujuan kebijakan, pedoman implementasi, dan kriteria evaluasi telah ditetapkan sebelumnya dengan jelas, dan juga pemetaan ke belakang yang berfokus pda masalah di tingkat lokal sesuai dengan kepentingan kelompok sasaran. Sasaran dari implementasi ini adalah menumbuhkan kerja sama antaraktor pariwisata agar kebijakan berjalan dengan baik. Pemerintah sebagai lead dan pengatur sudah menyusun pemikiran pariwisata ke depan untuk memajukan pariwisata yang terus tumbuh dari tahun ke tahun kecuali saat pandemi saat ini. Salah satu bukti nyata adalah penetapan proyek strategis nasional dengan menetapkan 10 Bali baru untuk mendongkrak sektor pariwisata Indonesia, diantaranya pembangunan Labuan Bajo, Lombok-Mandalika (termasuk sirkuit untuk pertandingan Moto GP), Danau Toba, dan Manado-Likupang. Menurut saya, pemerintah sudah berpikir jauh ke depan bahwa sektor pariwisata perlu dikembangkan dan tidak boleh terpaku hanya pada lokasi yang sudah terkenal seperti Bali saja. Pendanaan yang besar, sampai trilyunan rupiah menunjukkan keseriusan pemerintah menata sektor pariwisata. Di sisi lain, peran sektor swasta pun juga sangat penting agar keberadaan 10 Bali baru dapat diterima oleh masyarakat lokal dan dunia karena sarana prasarana pendukung hospitality business yang menyenangkan dan profesional. Ukuran efektivitas menurut teori hybrid adalah adanya kerja sama antara pemerintah dan swasta/masayarakat. Dalam hal ini pemerintah memberikan bantuan dana bagi UMKM di sekitar tempat wisata untuk mengembangkan usahanya, namun di sisi lain pemerintah juga memungut pajak dari sektor pariwisata. Sehingga terdapat win win solution, saling membantu satu sama lain. Pemerintah memajukan masyarakat dengan memberi bantuan dana untuk mengembangkan pariwisata sekaligus memungut pajak untuk kas negara.
Di sisi lain. Swasta terbantu oleh bantuan pemerintah untuk mengembangkan usaha pariwisata atau hospitality/penunjang pariwisata (sesuai UU Kepariwisataan), namun harus mematuhi segala ketentuan pemerintah seperti harus membayar pajak dan mematuhi ketentuan pengelolaan Kawasan wisata. Contoh nyata kolaborasi ini adalah pembangunan Kawasan super ekskulsif oleh Kemen PUPR bekerja sama dengan perusahaan dalam mengembangkan Kawasan TN Komodo di NTT.
Soal No.4 (Bobot 30 Poin)
Monitoring dan Evaluasi Menjadi Dasar Perpanjangan PPKM
Satgas Penanganan Covid-19 telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan Pelaksaanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa - Bali periode 11 - 18 Januari 2021.
Dikemukakan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, bahwa perpanjangan dirasakan perlu karena dampak dari kebijakan PPKM periode 11 - 25 Januari 2021, belum sepenuhnya memberi hasil maksimal. Kebijakan PPKM sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap kasus Covid-19, membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasilnya. Sementara, dampak yang dihasilkan akibat adanya pemicu atas penularan kasus membutuhkan waktu yang lebih singkat. Sehingga, perlu adanya pelaksaanaan kebijakan ini secara sungguh-sungguh, untuk menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap penanganan kasus Covid-19. Hasil monitoring dan evaluasi ini pun mencerminkan perlunya penambahan strategi penangangan pandemi, dengan memanfaatkan kekuatan negara, yaitu budaya gotong royong. Oleh karena itu, perlu adanya pemantauan pelaksanaan kebijakan ini, termasuk mengobservasi kepatuhan protokol kesehatan di tingkatan lebih spesifik. Misalnya di lingkungan perkantoran maupun tingkatan komunitas
Sumber:
https://covid19.go.id/p/berita/monitoring-dan-evaluasi-menjadi-dasar-perpanjangan- ppkm (diakses pada tanggal 10 Maret 2021)
Pertanyaan:
Lakukan analisis yang berbeda dengan hasil monev dari Satgas Penanganan Covid-19 tersebut.
- Dengan berdasar pada teori, lakukan analisis secara singkat mengenai evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan PPKM di lingkungan sekitar anda, atau di suatu Kota/Kabupaten!
- Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, apa rekomendasi yang dapat anda berikan untuk perubahan dalam pelaksanaan kebijakan PPKM!
Catatan:
- Perhatikan ketepatan teori evaluasi yang digunakan (apakah ex-ante evaluation, on-going evaluation, atau ex-post evaluation). Selanjutnya tentukan 1 teori yang akan menjadi pedoman bagi anda untuk melakukan evaluasi.
- Silahkan unduh dan pergunakan kebijakan PPKM sebagai dasar bagi anda untuk melakukan evaluasi (dapat menggunakan Instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai PPKM atau PPKM berbasis mikro)
- Tidak dalam bentuk riset lapangan. Analisis evaluasi hanya berdasar pada pengetahuan anda terhadap fenomena di lingkungan sekitar, atau dengan menggunakan sumber data sekunder.
Contoh JAWABAN
a) Menurut Lester dan Stewart berpendapat bahwa pada dasarnya menilai kebijakan publik menyangkut dua kegiatan yang berbeda, yaitu aktivitas menentukan apa konsekuensi dari suatu kebijakan dengan mendeskripsikan dampaknya; dan aktivitas menilai keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan berdasarkan standar kriteria yang telah ditetapkan. Jika saya boleh menganalisa evaluasi pelaksanaan PPKM yang telah dilakukan pemerintah bersama dengan masyarakat berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.12/2021 sampai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali yang saat diterapkan, maka saya berkesimpulan bahwa pemerintah menggunakan teori on-going dalam mengevaluasi dampak dan pemenuhan tujuan/standar yang ingin dicapai dari PPKM itu sendiri.
Pemerintah melakukan evaluasi on-going karena evaluasi dilakukan ketika proses implementasi program atau kebijakan dilaksanakan. Bukti dari hal ini adalah adanya perpanjangan-perpanjangan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat oleh pemerintah, mulai dari Inmendagri No.1/2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 (belum Bernama PPKM) yang berlaku tanggal 6 Januari 2021. Tak lama berselang, muncul Inmendagri No.2/2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Mulai Inmendagri 2/2021, sudah digunakan istilah PPKM/Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Perpanjangan dan perubahan substansi PPKM terus dilakukan sampai dengan PPKM darurat yang diterapkan saat ini.
Pemerintah terus mengevaluasi kebijakan PPKM karena dua poin penting dalam evaluasi kebijakan publik menurut Lester dan Stewart yaitu dampak dan ketercapaian tujuan/standar belum terlaksana. Pemerintah menganggap bahwa penerapan PPKM belum efektif menekan laju penyebaran Covid-19 sebagai hulu atau penyebab meningkatnya pasien positif. Selain itu, pemerintah juga melihat dari sisi lain, bahwa pandemi ini menimbulkan resesi ekonomi yang dahsyat. Jangan sampai masyarakat menderita karena pandemi yang menyebabkan kematian karena virus dan kematian karena tidak adanya penghasilan. Jika saya melihat lingkungan sekitar, menurut saya pemerintah daerah, khususnya Kota XXX telah melaksanakan instruksi Mendagri. Perpanjangan dan perubahan substansi dalam PPKM, misalnya terkait perubahan persentase keterisian tempat makan, kendaraan umum, dan pelibatan RT/RW/Desa sedikit banyak membingungkan masyarakat karena seolah-olah pemerintah plin-plan dan tidak konsisten. Namun menurut saya, pemerintah berada di dua sisi yang rumit antara menerapkan PPKM dengan sangat ketat atau memberi ruang masyarakat untuk mobilisasi demi memenuhi kebutuhan ekonominya. Padahal kita tahu bahwa mobilisasi tanpa protokol kesehatan adalah sumbangan utama peningkatan pasien positif Covid-19. Ketidaktegasan dan perlakuan yang tidak sama dalam penegakan aturan PPKM menambah skeptisme masyarakat terhadap pemerintah dalam menangani pandemi. Sebagai contoh, hanya beberapa orang/tempat makan yang ditindak karena melanggar aturan PPKM. Hal ini bisa dimaklumi, mungkin saja karena keterbatasan personil yang ada.
Jika melihat di lingkungan sekitar saya di Kota XXX, terlihat bahwa hampir tidak ada sosialisasi dari pemerintah setempat, khususnya perangkat desa, RT/RW, apalagi level kecamatan/pegawai kabupaten. Pernah satu kali ada mobil puskesmas yang berkeliling memberitahukan bahaya Covid-19 dan himbauan untuk menerapkan protokol kesehatan, sekaligus menyemprotkan disinfektan. Menurut saya, himbauan seperti itu tidak efektif karena tidak ada dialog intim antara masyarakat dengan pemerintah. Apalagi saat ini, sebaran informasi hoax bertebaran dan sulit dicegah. Masyarakat harus pandai memilih informasi atau berakibat misinformasi dan teradiksi konspirasi. Di tengah kegelisahan ini, pemerintah harus agile mengevaluasi kebijakan yang ada, berbarengan dengan tahapan implementasi (on-going). Evaluasi telah dilakukan tanpa menunggu berakhirnya program karena kebijakan perlu diperbaiki dan disempurnakan.
Saya setuju dengan perubahan Inmendagri yang mengikutsertakan pemerintah sampai dengan level RT/RW dalam PPKM. Hal itu sangat bagus karena masyarakat butuh informasi yang benar dan menenangkan terkait penanganan pandemi ini. PPPKM tingkat RT/RW tidak dilakukan di tempat saya tinggal, padahal banyak warga yang sakit dan seperti bergejala Covid-19. Namun, karena masyarakat takut dan termakan hoax, mereka enggan melakukan cek dan menganggap pengidap Covid-19 seperti seseorang yang memiliki aib. Kesimpulan dari evaluasi PPKM di Kota XXX, khususnya yang ada di lingkungan sekitar saya adalah:
- Secara formal, pemerintah cukup cepat melakukan perubahan dengan mengubah Inmendagri secara berkala karena mengevaluasi dampak dan tujuan dari PPKM yang tidak signifikan terhadap penyebaran Covid-19. Di sisi lain, perubahan-perubahan aturan PPKM yang dilakukan pemerintah memberi kesan bahwa pemerintah tidak matang menyusun kebijakan dan serampangan;
- Walaupun pemerintah sudah menerapkan PSBB, kemudian PPKM, masyarakat di sekitar lingkungan saya tinggal jarang mendapat sosialiasi pentingnya 5M, atau sidak disiplin kesehatan. Di daerah perkampungan, Covid-19 seolah dianggap tidak ada, dan hanya ada di perkotaan saja. Masyarakat mayoritas abai terhadap protokol kesehatan. Strategi komunikasi pemerintah dalam menyosialisasikan protokol kesehatan harus diperbaiki, Termasuk dalam menginformasikan pentingnya vaksin. Saat ini banyak masyarakat yang divaksin karena takut tidak akan mendapat bantuan dari pemerintah lagi;
b). Rekomendasi yang bisa saya berikan adalah:
- Saya setuju dengan pelibatan masyarakat agar tidak ada jarak antara masyarakat dan pemerintah karena pandemi ini adalah masalah bersama yang harus diatasi bersama. Pemerintah berkewajiban melindungi segenap rakyat dengan menjaga jaring-jaring pengaman sosial di tengah ekonomi yang lesu, dan mencegah banyak korban meninggal akibat wabah Covid-19. Masyarakat yang abai mungkin saja salah mendapat informasi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah mengikatkan tali pinggang, mengerahkan seluruh aparat pemrintahan, pegawai ASN, TNI Polri, anggota PKK, relawan sebagai corong pemerintah untuk mengajak masyarakat bersama-sama mendukung program pemerintah sekaligus mengawasi dan memberik kritik membangun agar pandemi ini bisa diatasi dengan baik.
- Peran RT/RW atau lingkungan keluarga terdekat sangat penting, khususnya dalam meraih kepercayaan dan dukungan masyarakat karena pembentukan herd immunity dengan melakukan vaksin untuk sebagian besar masyarakat dapat terlaksana jika masyarakat kompak dan patuh pada pemerintah. Tokoh agama dan perangkat desa harus dilibatkan, termasuk influencer untuk membombardir informasi hoax yang kadung dipercaya sebagian masyarakat. Kejelasan informasi misalnya tentang kondisi RS, ketersediaan oksigen, penjatuhan hukuman kepada pelanggar disiplin kesehatan harus disampaikan dengan jelas dengan bukti nyata;
- Pemerintah/pihak terkait harus menindak masyarakat indisipliner secara tegas dan masif, tidak tebang pilih dan konsisten menerapkan aturan PPKM;
***
Posting Komentar untuk "Latihan Soal UAS Take Home Exam UT 2021: Kebijakan Publik "